Soal : Apa hukum cairan kuning dan keruh
saat haidh ? Dan bagaimana hukum haidh yang terputus-putus ? [Jember]
Jawab :
Seorang wanita terkadang mendapatkan cairan warna kuning
(ash-Shufrah) atau cairan warna keruh antara kekuningan/kehitaman
(al-Kudrah) atau tidak mendapatkan kedua kondisi di atas selain
merasa lembab.
Jika
seorang wanita mendapatkan ke-adaan seperti ini, maka terdapat 2 kondisi :
a.
Apabila ia mendapatkan ash-Shufrah dan al-Kudrah
pada saat haidh atau bersambung dengan haidh sebelum suci, maka tetaplah
baginya hukum haidh. Berdasarkan pada
hadits Aisyah, bahwa kaum wanita pernah mengirimkan kepadanya ad-Durjah
berisi kapas yang masih terda-pat
padanya warna kuning. Maka Aisyah berkata ‘Jangan tergesa-gesa sebelum kalian melihat cairan putih’.[HR
Bukhari secara taqliq 1/420] Ad-Durjah adalah sesuatu yang diletakkan wanita di
dalam kemaluannya untuk mengetahui bekas haidh yang tersisa.
b.
Apabila ia mendapatkan ash-Shufrah dan
al-Kudrah pada saat masa suci, maka keduanya tidak teranggap
sedikitpun se-bagai
hukum haidh. Hal ini berdasarkan hadits Ummu Athiyah, ‘ Kami tidak meng-anggap sedikitpun (cairan) darah berwar-na kuning dan warna keruh sesudah masa suci’.[HR Abu
Dawud 307]
Adapun mengenai darah haidh yang keluar secara
terputus-putus,dimana seorang wanita mendapatkan sehari keluar darah dan sehari
lagi bersih (tidak mengeluarkan darah), maka hal ini juga memiliki 2 kondisi :
a.
Jika kondisi itu selalu terjadi pada seorang wanita
setiap waktu, maka darah itu adalah darah Istihadhah (darah penyakit).
b.
Jika kondisi ini tidak selalu terjadi pada seorang
wanita, tetapi kadangkala saja datang dan ia mempunyai saat suci yang tepat. Maka
para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kondisi ketika tidak keluar
darah. Apakah hal ini merupakan masa suci atau termasuk hukum haidh ? Pendapat
paling pertengahan dalam hal ini yaitu pendapat Shohibul Mughni, sbb :
-
Jika terhentinya darah kurang dari 1 hari [yang dimaksud dengan terhenti-nya adalah terhentinya secara sempur-na, di mana ia
tidak mendapatkan warna kuning dan warna merah, yang ia dapatkan hanyalah Al-Jifaf
(kering) dan pada saat yang bersamaan ia tidak mendapatkan al Qashshatul Baidha’ (cairan putih)]. Maka yang benar, masa ini
masih terhitung sebagai masa haidh, tidak teranggap suci.
-
Adapun jika ia mendapatkan bukti bahwa ia suci.
Misalnya, ia mendapatkan
cairan putih, maka yang benar masa ini ia telah dianggap suci, baik cairan
tersebut sedikit atau banyak, kurang dari sehari atau lebih dari se-hari.
[Di sadur dari kitab Tammamul Minnah, Abu
Abdirrahman Adil bin Yusuf Al Azazy, hal190-192].