Kamis, 17 Mei 2012

Doa Panjang Umur


Soal : Kami mendengar bahwa tidak dibenarkan mendo’akan seseorang dengan do’a panjang umur. Namun, kami yang di perantauan ini terkadang atau bahkan sering mendo’akan kedua orang tua agar panjang umur hingga kami bisa berkumpul bersama kembali setelah tugas kami selesai. Apakah memang hal ini terlarang ?
Jawab : Benar, di antara para ulama ada yang memakruhkan bahkan sampai pada tahap mengharamkan seseorang mendo’akan dirinya sendiri atau orang lain dengan panjang umur.
Bagi yang mengharamkan, mereka beralasan bahwa ajal telah ditetapkan dan rezeki telah terbagi. Meminta sesuatu yang mustahil terjadi adalah adab buruk kepada Allah [Lihat al-Furuuq 4/269]. Sedang bagi mereka yang memakruhkannya beralasan dengan hadits Ummu Habibah berikut ini :
Dari Ummu Habibah Radhiyallahu ‘anha, bahwasanya ia berkata, ‘Ya Allah, karuniakanlah kepadaku dengan dengan memanjangkan umur suamiku Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, ayahku Abu Sufyaan, dan saudaraku Mu’awiyyah.’ Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Engkau telah meminta kepada Allah tentang ajal yang telah dipatentkan, hari-hari yang telah ditentukan, rezeki yang telah dibagikan. Dan Allah sedikitpun tidak akan menyegerakannya sebelum sebelum tiba masanya atau mengakhirkannya sebelum tiba waktunya. Jika engkau meminta kepada Allah, maka mintalah aga Ia melindungimu dari adzab Neraka atau siksa kubur. Maka, hal itu lebih baik dan lebih utama.’ [HR. Muslim 2663].
Namun, selain pendapat di atas, ada juga pendapat di antara beberapa ulama yang membolehkan berdo’a panjang umur, namun diupayakan do’a tersebut tidak terlepas begitu saja, ia perlu diikat dengan ketaatan dan yang semisal dengan ketaatan, seperti ‘Semoga Allah memanjangkan umurmu dengan ketaatan kepada-Nya.’ [Ini adalah pendapat sebagian dari madzhab Hanafi, asy-Syafi’iyyah, al-Hanabalah dan dipilih oleh beberapa muhaqqiq seperti Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Syaikh Bakr Abu Zaid].

Pendapat yang Unggul
Pendapat yang rajih (unggul) adalah pendapat yang terakhir, yang membolehkan seseorang mendo’akan orang lain dengan panjang umur. Tentunya, panjang umur yang terikat dengan ketaatan dan amal shalih. Unggulnya pendapat ini, lantaran adanya beberapa dalil yang menunjukkan atas kebolehannya, di antaranya :
1)       Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah mendo’akan pelayannya, Anas Radhiyallahu ‘anhu, dengan panjang umur. Di mana isi do’a beliau adalah, ‘Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, panjangkan usianya, dan ampunilah ia.’ Kata Anas, ‘… usiaku benar-benar panjang hingga aku malu dengan orang-orang, dan aku mengharap pengampunan.’ [Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad 669. Dishahihkan oleh al-Albani di dalam Adabul Mufrad dan di dalam ash-Shahihah 2241].
2)       Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Adalah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata di dalam do’anya, ‘Ya Allah, karuniakanlah kepadaku kesenangan dengan kekalnya pendengaran dan penglihatanku dalam keadaan sehat, jadikanlah keduanya kekal ada hingga aku mati, tolonglah aku atas orang yang mendzalimiku, mendzalimiku, dan balaskanlah dendamku padanya.’ [Hadits Hasan. HR. at-Tirmidzi 3681. Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi 2854].
Permohonan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam agar dikekalkan kesehatan pendengaran dan penglihatannya hingga mati, menunjukkan bolehnya berdo’a dengan kekekalan. Karena di antara bentuk bernikmat-nikmat dengan indera yang sehat adalah ketika Allah memanjangkan usia seseorang.

Jawaban untuk yang Mengharamkan atau yang Memakruhkan
Secara ringkas dapat dijawab sebagai berikut, ‘Mengharamkan lantaran usia sudah ditetapkan adalah tertolak dengan perbuatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang mendo’oakan Anas agar panjang umur. Ijtihad selamanya tidak berlaku jika telah ada nash yang secara jelas menyelisihi ijtihad tersebut.
Adapun memakruhkannya lantaran hadits Ummu Habibah di atas, maka ketahuilah bahwa di dalam hadits tersebut tidak ada teks yang menunjukkan bahwa hal itu terlarang. Justru sebaliknya, Nabi menetapkan atau membenarkan perbuatan Ummu Habibah tersebut, hanya saja beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam mengarahkannya pada hal-hal yang lebih baik baginya dengan ungkapan, ‘Maka hal itu lebih baik dan lebih utama.
Dan yang perlu dicatat; bahwa tidak ada perbedaan antara do’a meminta dipanjangkan umur dan do’a meminta kebahagiaan, mempunyai anak, dan yang semisalnya; karena kesemuanya itu sudah ditetapkan di dalam taqdir. [Untuk jawaban lengkap lihat di ash-Shahihah 5/288 oleh Syaikh al-Albani.]

Mengapa harus Diikat dengan Ketaatan ?
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Banyaknya umur bagi seseorang bukanlah sesuatu yang terpuji, kecuali digunakan dalam ketaatan kepada Allah dan menggapai ridha-Nya. Orang yang panjang usianya dan baik amalnya. Karena itu, sebagian ulama tidak suka berdo’a minta panjang umur secara mutlaq. Mereka membenci jika dikatakan, ‘Semoga Anda panjang umur’, kecuali dengan kata pengikat. Misalnya dengan mengatakan, ‘Semoga Anda panjang umur dalam ketaatan kepada Allah’ atau ‘Semoga Anda panjang umur dalam kebaikan’ atau sejenisnya. Hal itu karena bisa saja panjang umur itu menjadi petaka bagi seseorang. Sebab panjang umur dengan amal yang buruk – kami memohon perlindungan kepada Allah dari padanya – adalah sesuatu yang sangat buruk bagi manusia.” [Fatawa Manarul Islam 1/43].

Kesimpulan
Anda boleh saja mendo’akan orang tua panjang umur asalkan saja diikat dengan kata-kata ketaatan (yang semisalnya), bukan hanya semata-mata bisa bersua dengannya. Wallahu A’lam.


Abu Halbas Muhammad Ayyub
Jember 1433 H.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan